Jakarta, tjahayatimoer.net  – Mantan Mendikbud Ristek era Presiden Joko Widodo, Nadiem Makarim, dipastikan tidak lagi menggunakan jasa pengacara Hotman Paris dalam menghadapi perkara dugaan korupsi Program Digital Pendidikan 2019–2022 atau yang dikenal sebagai kasus laptop Rp1,98 triliun.

Kepastian tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya, Dodi S. Abdulkadir. Ia menjelaskan bahwa keluarga Nadiem telah memutuskan untuk tidak lagi melibatkan Hotman Paris karena alasan kesibukan sang pengacara yang tengah menangani berbagai perkara lain.

"Saya menerima informasi dari keluarga bahwa Pak Hotman tidak dilibatkan lagi, dengan pertimbangan beliau sedang memegang kasus lain," ungkap Dodi kepada wartawan, Minggu (23/11).

Dua Tim Hukum Akan Dampingi Nadiem

Sebagai pengganti, keluarga Nadiem menunjuk pengacara Ari Yusuf Amir. Dodi menegaskan bahwa dalam proses hukum selanjutnya, Nadiem akan didampingi oleh dua tim kuasa hukum, yaitu timnya dan tim dari Ari Yusuf Amir.

“Untuk tahap penuntutan nanti, kuasa hukum berasal dari kantor MRP (tim Dodi Abdulkadir) serta kantor Pak Ari Yusuf,” jelasnya.

Ari Yusuf Amir turut membenarkan penunjukan tersebut. Ia mengatakan bahwa dirinya dan tim resmi mendapatkan kuasa dari pihak keluarga sejak 17 November 2025.

“Kami bertemu dengan keluarga, termasuk istrinya. Setelah rapat bersama keluarga dan diskusi dengan tim hukum sebelumnya, barulah kami diberi kuasa secara resmi,” ujarnya.

Kasus Berlanjut ke Tahap Penuntutan

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan Nadiem Makarim bersama empat pihak lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan perangkat digital tersebut.

Upaya praperadilan yang diajukan Nadiem juga telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Oktober 2025. Setelah seluruh proses penyidikan rampung di Kejagung, perkara kini telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Tahap berikutnya adalah penyusunan surat dakwaan. Setelah rampung, berkas akan diserahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat untuk menjalani proses persidangan.(red.al)