Jakarta, tjahayatimoer.net — Belum genap seratus hari sejak dibentuk, Kementerian Haji dan Umrah mulai mendapat sorotan tajam dari DPR RI. Dalam rapat kerja bersama Komisi VIII di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/10), sejumlah anggota dewan menilai pola kerja kementerian baru tersebut masih serupa dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) sebelumnya.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menilai Kementerian Haji dan Umrah belum menunjukkan inovasi maupun semangat pembaruan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Kami melihat pola kerja dan cara penyajian data masih sama seperti dulu saat masih di bawah Dirjen PHU. Belum ada perubahan berarti,” ujar Marwan dalam rapat tersebut, Selasa (28/10/2025).
Marwan juga mempertanyakan belum jelasnya mekanisme verifikasi calon jemaah haji yang berhak berangkat. Ia menilai kementerian belum mampu menjelaskan secara konkret kriteria dan sistem verifikasi yang digunakan.
“Kami belum tahu apakah verifikasi dilakukan berdasarkan kuota daftar tunggu atau proporsi umat Muslim per provinsi,” tegasnya.
Selain itu, Komisi VIII turut menyoroti kebijakan penurunan biaya penyelenggaraan ibadah haji yang hanya turun sebesar Rp 1 juta. Marwan menilai penurunan tersebut tidak signifikan dan belum mencerminkan efisiensi pengelolaan anggaran.
“Kalau benar semangat pembaruannya kuat, seharusnya bisa turun hingga Rp 5 triliun dari total anggaran Rp 17 triliun. Penurunan Rp 1 juta itu belum terasa,” ujarnya.
Ia juga menyinggung transparansi dalam proses seleksi penyedia transportasi udara dan paket layanan haji yang dinilai masih belum terbuka.
“Kita harus tahu layanan yang diambil kelas apa. Jangan sampai karena kurs dolar naik, layanan justru menurun kualitasnya,” kata Marwan.
Lebih jauh, ia meminta Kementerian Haji dan Umrah membuat langkah nyata dalam meningkatkan kualitas pelayanan haji sekaligus memastikan efisiensi anggaran.
“Permasalahan lama seperti pelayanan yang belum optimal dan potensi pemborosan anggaran harus segera dijawab. Kalau tidak, ya artinya tidak ada perubahan dari sistem sebelumnya,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam kesempatan yang sama menjelaskan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026. Pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH sebesar Rp 88.409.365,45 — turun Rp 1 juta dari tahun sebelumnya.
“Usulan ini tetap mempertimbangkan prinsip istitha’ah dan menjaga likuiditas operasional penyelenggaraan ibadah haji,” jelas Dahnil.
Adapun biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditanggung langsung oleh jemaah diusulkan sebesar Rp 54.924.000. Angka itu mencakup biaya penerbangan pulang-pergi Rp 33,1 juta, akomodasi di Makkah Rp 14,65 juta, Madinah Rp 3,87 juta, serta biaya hidup sebesar Rp 3,3 juta.
Sedangkan komponen yang ditanggung dari dana nilai manfaat mencapai Rp 33,48 juta atau sekitar 38 persen dari total biaya. Dana tersebut meliputi akomodasi, konsumsi, transportasi, layanan Arafah–Mina, hingga pembinaan jemaah di tanah air dan Arab Saudi.
Dahnil juga menyampaikan bahwa untuk penyelenggaraan haji khusus 2026, pemerintah mengusulkan total biaya sebesar Rp 7,22 miliar yang bersumber dari dana nilai manfaat, setoran awal, dan setoran pelunasan jemaah haji khusus.
Dengan berbagai catatan dan kritik tersebut, DPR menegaskan akan terus mengawasi kinerja Kementerian Haji dan Umrah agar mampu membawa terobosan nyata dalam reformasi penyelenggaraan haji di Indonesia.(red.al)
 
0 Komentar