KEDIRI,  tjahayatimoer.net – Peristiwa kekerasan keji terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kediri, Jawa Timur. Seorang tahanan titipan berinisial ASP (20) mengalami penyiksaan tidak manusiawi oleh sesama narapidana. Akibat kejadian itu, ASP kini menderita gangguan pencernaan serius dan trauma psikologis berat.

ASP diketahui baru menghuni Lapas Kediri selama tiga bulan terakhir dan merupakan tahanan titipan pengadilan dalam kasus kekerasan seksual.

Penasihat hukum korban, Mohammad Rofian, mengungkapkan bahwa kliennya dipaksa melakukan hal-hal yang menjijikkan dan penuh kekerasan oleh para pelaku.

“Korban dipaksa memakan cacing, isi staples, handbody, bahkan wajahnya dikencingi. Ia juga dipaksa meminum air WC dan dianiaya secara brutal,” ujar Rofian, Jumat (30/8/2025).

Menurut Rofian, hingga kini kondisi ASP belum pulih sepenuhnya. Ia mengalami kesulitan buang air besar, kerap muntah setiap kali makan, dan mengalami ketakutan yang mendalam.

“Perlakuan itu benar-benar biadab dan melanggar nilai kemanusiaan,” tegasnya.

Rofian telah melaporkan kasus ini secara resmi dan berharap peristiwa ini menjadi pelajaran keras agar kejadian serupa tidak terulang di Lapas Kediri.

Kronologi Kejadian Menurut Pihak Lapas

Kepala Lapas Kediri, Solichin, membeberkan kronologi kejadian. Pada Rabu pagi (27/8/2025) sekitar pukul 08.20 WIB, ASP melapor ke petugas dengan keluhan sakit perut hebat.

“Korban segera dibawa ke klinik lapas. Dari keterangan awal, ia mengaku dipaksa menelan dan meminum benda-benda yang tidak seharusnya dikonsumsi,” kata Solichin.

Mengingat kondisinya memerlukan pemeriksaan lanjutan, pihak lapas berkoordinasi dengan pengadilan karena status ASP masih tahanan titipan.

Sekitar pukul 15.12 WIB, korban dirujuk ke RSUD Simpang Lima Gumul dan kembali ke lapas pukul 16.56 WIB. Dari hasil pemeriksaan medis, ASP dinyatakan stabil dan tidak memerlukan rawat inap.

Tindakan Tegas untuk Dua Pelaku

Hasil penyelidikan lapas mengungkap bahwa terdapat dua narapidana berinisial A dan R yang diduga menjadi pelaku utama penyiksaan.

“Sejak hari kejadian, keduanya langsung kami pisahkan dari blok hunian dan ditempatkan di strap cell sebagai langkah pengamanan awal,” jelas Solichin.

Pada hari berikutnya, kedua pelaku disidangkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Dari sidang tersebut, diputuskan mencabut seluruh hak-hak narapidana (register F) dan mengusulkan pemindahan ke Lapas Nusakambangan.

Namun, karena situasi di Kediri masih belum sepenuhnya kondusif pasca-aksi unjuk rasa, pelaku sementara dipindahkan ke Lapas Kelas I Surabaya, Porong, untuk mencegah kekacauan lebih lanjut.

Isu Dugaan Pelecehan Seksual

Terkait rumor adanya pelecehan seksual, Solichin menegaskan bahwa pemeriksaan medis tidak menemukan tanda kerusakan pada area vital korban.

“Kami berhati-hati dalam menyampaikan informasi. Semua masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut,” jelasnya.

Ia juga memerintahkan pemeriksaan tambahan terhadap ASP setelah kembali dari rumah sakit untuk memastikan kondisinya benar-benar terpantau.

Kondisi Terkini Korban dan Langkah Pencegahan

Solichin memastikan ASP saat ini mulai berangsur membaik meski masih menjalani perawatan jalan.

“Korban sudah bisa beraktivitas kembali, meski perlu pemantauan medis. Kami tidak akan mentoleransi segala bentuk kekerasan di dalam lapas,” tegasnya.

Pihak lapas juga berkomitmen untuk memperkuat pengawasan internal demi menciptakan lingkungan yang aman bagi seluruh warga binaan.

“Pemindahan pelaku bukan sekadar hukuman, tetapi juga langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali,” pungkasnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak terkait agar sistem pengawasan di lapas semakin diperketat, sehingga hak-hak para tahanan tetap terlindungi.(red.al)