Kediri,     tjahayatimoer.net     – Di usia 20-an hingga awal 30-an, banyak orang mendadak merasa tersesat. Pertanyaan seperti “Apa yang sebenarnya aku inginkan?”, “Apakah aku sudah di jalan yang benar?”, atau “Kenapa hidupku stagnan?” sering muncul tiba-tiba, tanpa aba-aba.

Fenomena ini dikenal sebagai quarter-life crisis—masa krisis seperempat abad yang kerap membuat seseorang merasa hampa, cemas, dan kebingungan total. Namun menurut para psikolog, krisis ini bukan momen yang harus ditakuti. Sebaliknya, quarter-life crisis adalah tahapan wajar yang bisa menjadi titik balik menuju kehidupan yang lebih otentik dan bermakna.

Apa Itu Quarter-Life Crisis?

Quarter-life crisis adalah periode ketidakpastian emosional, kebingungan identitas, dan kecemasan eksistensial yang umum terjadi di usia 20 hingga 30-an. Fase ini sering kali muncul saat seseorang menjalani transisi penting dalam hidup: dari bangku kuliah ke dunia kerja, dari ketergantungan ke kemandirian, hingga tekanan sosial untuk segera “sukses”.

Menurut Yowanda Destian, seorang psikolog klinis, quarter-life crisis adalah hal yang sangat normal dan bisa dialami siapa saja.

“Berbagai tekanan di era digital, termasuk budaya flexing di media sosial, memperparah kondisi ini. Komparasi diri yang terus-menerus dapat membuat seseorang merasa tertinggal atau gagal, padahal yang dilihat hanyalah potongan kehidupan orang lain,” jelas Wanda.

Tanda-Tanda Kamu Sedang Mengalami Quarter-Life Crisis

Menurut para psikolog, beberapa ciri umum dari quarter-life crisis antara lain:

  • Merasa terjebak dalam pekerjaan atau hubungan yang tidak memuaskan

  • Bingung tentang arah dan tujuan hidup

  • Kecemasan meningkat tanpa alasan yang jelas

  • Merasa semua orang sudah “tahu apa yang mereka lakukan”, kecuali kamu

  • Munculnya keinginan mendadak untuk membuat perubahan besar

Jika kamu mengalami beberapa hal di atas, bukan berarti kamu lemah. Itu bisa jadi sinyal bahwa alam bawah sadarmu sedang mendorong perubahan dan pertumbuhan.

Krisis atau Justru Kesempatan?

Alih-alih dianggap kegagalan, Wanda menekankan bahwa quarter-life crisis adalah kesempatan reflektif.

“Seseorang yang mampu menghadapi fase ini dengan keberanian dan mengevaluasi diri akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang, dan memiliki arah hidup yang lebih sesuai dengan dirinya,” tutur Wanda, yang juga founder temanhealing.id.

Cara Menghadapi Quarter-Life Crisis

Daripada menekan atau menghindari perasaan tak nyaman, psikolog menyarankan pendekatan berikut:

  1. Kenali dan terima perasaanmu
    Mengakui bahwa kamu sedang bingung adalah langkah awal untuk pulih. Jangan memaksa terlihat “baik-baik saja”.

  2. Cari makna, bukan solusi instan
    Tanyakan pada diri sendiri: Apa yang sebenarnya penting bagiku? Jangan buru-buru pindah kerja, putus, atau pindah kota tanpa memahami akar masalahmu.

  3. Bicara dengan orang terpercaya atau profesional
    Konseling atau terapi bisa membantumu memahami pola pikir, menemukan arah, dan merasa tidak sendirian.

  4. Hindari membandingkan hidupmu dengan orang lain
    Ingat, media sosial hanya menampilkan highlight. Kamu tidak tahu cerita lengkap di balik unggahan seseorang.

  5. Coba hal baru, berani bereksperimen
    Jangan takut gagal. Kamu mungkin baru akan tahu siapa dirimu sebenarnya setelah mencoba berbagai hal.

Bukan Titik Akhir, Tapi Awal Kehidupan yang Lebih Jujur

Meski quarter-life crisis terasa sebagai titik terendah, sebenarnya inilah saatnya kamu menemukan diri sendiri. Banyak orang justru menemukan arah hidup, pekerjaan impian, bahkan pasangan hidup terbaiknya setelah melewati masa krisis ini.

Jadi, jika kamu sedang merasa kehilangan arah, tenang saja, kamu tidak sendiri. Quarter-life crisis bukan akhir segalanya. Justru, ia bisa menjadi awal dari hidup yang lebih jujur, kuat, dan bermakna. (RED.A)