Kediri,     tjahayatimoer.net   – Polemik penggunaan sound horeg di Kabupaten Kediri menuai perhatian serius dari DPRD setempat. Para legislator mendesak Pemkab Kediri tidak hanya mengandalkan surat kesepakatan bersama (SKB), tapi juga segera menyusun peraturan daerah (perda) sebagai regulasi yang lebih kuat.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kediri, Subagiyo, mengatakan bahwa SKB yang telah disepakati bersama TNI, Polri, Pemkab, dan pengusaha sound belum cukup efektif mengatur kegiatan sound horeg di masyarakat.

“Penghobi sound horeg ini sulit diarahkan hanya dengan SKB. Karena itu, menurut saya perlu diperkuat dengan perda,” ujarnya.

Ia menambahkan, dengan adanya fatwa haram dari MUI Jawa Timur terhadap sound horeg, perda menjadi semakin mendesak untuk diterbitkan. Seperti halnya SKB, penyusunan perda nantinya juga akan melibatkan seluruh unsur, termasuk komunitas dan pengusaha sound horeg.

Senada, Anggota Komisi I DPRD Suhairi Maghfur menilai bahwa keberadaan sound horeg harus dihargai sebagai bentuk kreativitas seni dan hiburan. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kenyamanan masyarakat yang merasa terganggu.

“Perlu regulasi jelas yang bisa mengakomodasi dua sisi. Penghobi tetap bisa menyalurkan kreativitasnya, tapi masyarakat umum juga tidak terganggu,” ucap politisi PKS tersebut.

Ia menyebut, penyusunan aturan menjadi mendesak mengingat akan datangnya bulan Agustus, di mana biasanya penggunaan sound horeg meningkat. DPRD pun siap memfasilitasi penyusunan perda melalui Badan Pembentukan Perda (Bapemperda).

Sebelumnya, Forkopimda Kabupaten Kediri dan Forum Sound Horeg telah menyusun SKB terkait pawai yang menggunakan pengeras suara. SKB tersebut mengatur lokasi dan waktu kegiatan. Namun, masih ada perbedaan pendapat soal batas kekuatan suara. Pemkab mengusulkan batas maksimal enam unit untuk sound single dan empat susun untuk double. Sedangkan komunitas menginginkan 12 unit sound single dan enam hingga delapan susun untuk sound double. (RED.A)