Jakarta, tjahayatimoer.net – Di saat jutaan jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) untuk menjalankan puncak ibadah haji, banyak yang bertanya-tanya, bagaimana kondisi Masjidil Haram di Makkah saat itu? Apakah sepi?
Ternyata tidak. Masjidil Haram justru tetap ramai, namun dengan suasana yang sangat berbeda. Di masa puncak haji, para perempuan penduduk asli Makkah mengambil peran penting untuk menjaga suasana religius di masjid suci ini. Tradisi ini dikenal dengan nama Yaumul Khullaif.
Yaumul Khullaif, Bukti Cinta Perempuan Makkah pada Masjidil Haram
Yaumul Khullaif, yang berarti "Hari Khullaif", berasal dari kata Arab takhallafa yang artinya “tertinggal” atau “tidak ikut”. Istilah ini merujuk pada para perempuan, anak-anak laki-laki, dan orang tua yang tidak mengikuti ibadah haji ke Armuzna. Di saat para pria sibuk menjadi jemaah atau petugas haji, mereka-lah yang memenuhi Masjidil Haram dengan ibadah dan pelayanan.
Mereka datang sejak pagi dan tinggal di Masjidil Haram hingga malam hari. Di sana, mereka melakukan tawaf, salat, membaca Al-Qur’an, bahkan membersihkan area masjid. Tak sedikit pula yang membagikan makanan dan minuman kepada pengunjung masjid yang berpuasa pada Hari Arafah.
“Kami tidak ingin Masjidil Haram kosong. Ini rumah Allah, dan kami merasa punya tanggung jawab menjaga semarak ibadah di dalamnya,” ujar seorang warga perempuan Makkah seperti dikutip media lokal.
Kontras Hitam dan Putih di Masjidil Haram
Pemandangan khas Yaumul Khullaif adalah lautan abaya hitam yang dikenakan para perempuan Makkah. Ini menjadi kontras mencolok dengan pakaian ihram putih milik para jemaah haji yang biasanya mendominasi masjid.
Dalam unggahan resmi akun X milik Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, terlihat bagaimana perempuan Makkah memadati area thawaf, melakukan ibadah dengan khusyuk sembari menjaga kesucian dan semangat Masjidil Haram.
“Di masa lalu, perempuan Makkah membantu lansia dan tetangga di rumah mereka. Sekarang mereka menjaga rumah Allah saat para jemaah berhaji,” tulis media Arab Saudi Siasat.
Simbol Keimanan dan Keterlibatan Komunitas Lokal
Tradisi Yaumul Khullaif menjadi bukti bahwa masyarakat Makkah, khususnya para perempuannya, tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga bagian aktif dari pengelolaan dan keberlangsungan spiritualitas di tanah suci.
Mereka menunjukkan bahwa ibadah bukan hanya soal haji, tetapi juga soal kehadiran, pengabdian, dan cinta terhadap tempat suci. Meski tidak ikut berhaji, para perempuan Makkah tetap memaknai 10 Dzulhijjah sebagai momentum suci untuk meningkatkan ibadah dan berbagi kebaikan.
Di balik keramaian Armuzna, Masjidil Haram tetap hidup oleh semangat para perempuan yang menjaga denyut spiritualnya. Sebuah tradisi yang patut dihormati dan diwariskan ke generasi berikutnya.(red.al)
0 Komentar