MALANG, tjahayatimoer.net – Polemik perizinan objek wisata Florawisata Santerra De Laponte di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, makin memanas. Desakan penyegelan oleh DPRD Kabupaten Malang muncul akibat dugaan tidak lengkapnya izin operasional destinasi wisata tersebut. Meski demikian, pihak pengelola menegaskan bahwa proses perizinan tengah berlangsung dan mereka tetap beroperasi dengan legalitas yang sah.
Manager Operasional Santerra, Viqi Litiawan Cesi, menegaskan bahwa meski saat ini masih dalam proses pengurusan perizinan atas pengembangan terbaru, bukan berarti Santerra tidak memiliki legalitas sama sekali.
“Yang dikembangkan ini memang wahana baru, dan sesuai aturan, pengembangannya memerlukan perizinan tambahan yang masih kami urus. Tapi untuk lokasi dan operasional utamanya, kami memiliki izin yang jelas,” kata Viqi dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).
Florawisata Santerra, yang berdiri di bawah naungan PT Citra Pesona Alam Raya, disebut Viqi sudah menjalankan kewajiban pajak secara tertib dan rutin. Bahkan, NPWP yang digunakan atas nama Abdul Muntolib Al Assyari tercatat aktif dan digunakan dalam pelaporan pajak melalui sistem perpajakan nasional Coretax.
"Kalau bicara pajak, kami tertib. Bahkan Santerra adalah penyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) terbesar dari sektor pariwisata. Tahun 2024, kami mendapatkan penghargaan langsung dari Bupati Malang atas kepatuhan pembayaran PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) sektor hiburan," tegas Viqi.
Ia menambahkan, sistem pembayaran pajak di era digital saat ini memungkinkan perusahaan membayar dari mana saja, tak harus dilakukan di KPP wilayah setempat.
"Semuanya tercatat, bisa dicek. Jadi kami tidak sembunyi-sembunyi. Sangat tidak masuk akal jika penyumbang pajak terbesar malah dituduh menghindari pajak," imbuhnya.
Viqi mengaku khawatir jika desakan penyegelan benar-benar terealisasi. Menurutnya, hal itu tidak hanya akan berdampak pada perusahaan, tapi juga masyarakat sekitar yang selama ini ikut merasakan manfaat ekonomi dari keberadaan Santerra.
“Mayoritas karyawan kami adalah warga sekitar. Kalau operasional dihentikan, siapa yang akan menanggung nasib mereka? Jadi kami harap Pemkab Malang bisa mempertimbangkan hal ini secara bijak,” ujarnya.
Saat ini, pihak manajemen juga aktif berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melengkapi segala kekurangan dokumen izin. “Kami tidak lari dari tanggung jawab. Proses ini sedang berjalan,” tambah Viqi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto, menegaskan bahwa urusan perizinan bukan merupakan kewenangan dinasnya. Ia menyatakan tugas Disparbud hanya sebatas promosi destinasi wisata dan mendorong kunjungan wisatawan.
“Memang bukan ranah kami soal izin, tapi kami tahu Santerra ini destinasi yang sangat diminati. Jumlah kunjungan mereka tinggi dan berkontribusi besar ke PAD,” katanya.
Menurut data yang ada, Santerra menyumbangkan pajak hiburan sebesar hampir Rp 2,5 miliar pada tahun 2024—angka tertinggi di antara semua tempat wisata di Kabupaten Malang.
Namun, anggota Komisi 4 DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok, menyampaikan pendapat berbeda. Ia menyebut, berdasarkan surat dari Dirjen Pajak tertanggal 14 Mei 2025, ditemukan bahwa Santerra belum memiliki badan usaha resmi dan NPWP, serta belum pernah membayar pajak ke negara.
"Kalau informasi ini valid, ini sangat mencoreng wibawa Pemkab. Jangan sampai kesannya semua orang bisa seenaknya buka usaha tanpa izin dan abai terhadap kewajiban negara," kata Zulham tegas.
Polemik ini menunjukkan pentingnya sinkronisasi data antarlembaga dan kejelasan regulasi dalam sektor pariwisata. Masyarakat pun berharap agar permasalahan ini segera mendapat penyelesaian yang adil, tanpa mengorbankan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi lokal.
“Semua pihak harus jernih melihat persoalan ini. Jangan sampai penyegelan justru merugikan masyarakat luas yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata,” tutup Viqi.(red.al)
0 Komentar