Kediri, tjahayatimoer.net – Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengemuka di jagat media sosial. Kali ini, giliran Shopee Indonesia yang menjadi sorotan setelah viralnya video seorang karyawan wanita menangis lantaran diduga menjadi korban PHK mendadak. Unggahan emosional itu menggugah simpati warganet dan menyulut diskusi panjang soal ketidakpastian nasib pekerja di sektor teknologi.
Dalam video yang beredar, wanita tersebut menceritakan bahwa pada tanggal 24 April 2025 sekitar pukul 09.45 WIB, ia menerima email mendadak yang memintanya mengikuti rapat daring pada pukul 11.00 WIB. Tanpa banyak penjelasan sebelumnya, ia dan seluruh tim dalam satu divisi disebut terkena pengurangan karyawan (layoff).
"Sudah delapan tahun aku kerja di Shopee, dan hari itu mendadak jadi hari terakhir aku," ucapnya sambil menangis dalam video yang diunggah pada Senin (26/5/2025).
Ia juga menuturkan bahwa dirinya dan rekan-rekan satu divisi tidak pernah membayangkan keputusan itu akan datang secepat dan setegas itu.
“Kami masih tertawa bersama di kantor, enggak ada firasat apa-apa. Tiba-tiba kabar ini datang, rasanya hancur,” tuturnya.
Meski begitu, karyawan tersebut berusaha tabah dan mengungkapkan bahwa ia menerima keputusan tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidup. “Aku ikhlas, walau berat. Tapi tetap sedih karena banyak kenangan yang akan hilang,” katanya.
Unggahan itu langsung menyita perhatian publik. Banyak netizen membanjiri kolom komentar dengan ucapan empati dan kritik terhadap langkah yang dianggap kurang berperikemanusiaan. Tidak sedikit yang mempertanyakan apakah perusahaan sebesar Shopee tidak mampu menyediakan transisi yang lebih manusiawi bagi karyawan yang telah mengabdi bertahun-tahun.
Namun, tak lama setelah video itu viral, pihak Shopee Indonesia memberikan klarifikasi. Dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Rabu (28/5/2025), Shopee membantah bahwa telah terjadi PHK massal.
Deputy Director of Public Affairs Shopee, Radynal Nataprawira, menegaskan bahwa yang terjadi adalah proses relokasi sebagian tim operasional ke wilayah Jawa Tengah, bukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
“Langkah ini dilakukan demi meningkatkan efisiensi operasional setelah memastikan kesiapan fasilitas dan kondisi kerja di wilayah tersebut,” terang Radynal.
Ia menambahkan bahwa perusahaan memberikan dua opsi kepada karyawan: mengikuti relokasi ke Jawa Tengah atau mengajukan transfer internal ke divisi lain yang relevan di area Jabodetabek.
Meski begitu, sejumlah pihak menilai bahwa relokasi yang dilakukan mendadak juga dapat berdampak besar bagi kehidupan karyawan, terutama mereka yang telah berkeluarga atau memiliki tanggung jawab di wilayah domisili sebelumnya. Sebab, tidak semua karyawan siap berpindah kota dalam waktu singkat, apalagi tanpa jaminan yang kuat mengenai keberlangsungan karier mereka.
Perlu diketahui, Shopee memang bukan kali pertama terseret isu pengurangan karyawan. Pada 2022 silam, perusahaan e-commerce ini telah melakukan serangkaian PHK di beberapa unit bisnisnya, termasuk ShopeeFood dan departemen SDM, yang juga menimbulkan riak di kalangan pekerja.
Situasi ini memperlihatkan bahwa industri teknologi yang dulu dianggap menjanjikan karier stabil, kini juga menghadapi tekanan efisiensi dan perubahan struktur bisnis yang cepat. Banyak kalangan menilai, perusahaan harus mulai memikirkan strategi jangka panjang yang lebih berorientasi pada keberlangsungan tenaga kerja, bukan sekadar efisiensi sepihak.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Nusantara, Dr. Sinta Wibowo, menyebut bahwa kejadian ini seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh bagi dunia korporasi digital.
“Relokasi atau PHK, apapun istilahnya, tetap berdampak besar bagi pekerja. Perusahaan harus lebih transparan dan komunikatif, bukan hanya efisien secara angka,” ujarnya.
Fenomena ini juga memperkuat kebutuhan akan kebijakan perlindungan tenaga kerja yang lebih adaptif terhadap perubahan dunia kerja digital. Sebab, di balik setiap strategi bisnis, ada puluhan hingga ratusan nyawa yang bertumpu pada keputusan perusahaan.(red.al)
0 Komentar