KEDIRI, tjahayatimoer.net  – Festival budaya Kuno Kini yang digelar di kawasan Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri, menghadirkan beragam pertunjukan seni yang mengangkat kekayaan budaya lokal. Salah satu yang mencuri perhatian pengunjung adalah tarian “Gethuk Pisang” yang dibawakan dengan apik oleh Sanggar Seni Janur Budaya dari Katang, Kecamatan Ngasem.

Tarian ini bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk eksplorasi budaya yang memadukan kuliner khas dengan seni pertunjukan. “Selama ini Kediri lebih dikenal dengan tahu kuningnya. Tapi sebenarnya, kita juga punya gethuk pisang sebagai makanan khas yang tak kalah unik dan enak,” ujar Hartono, pimpinan Sanggar Janur Budaya.

“Baru kali ini kami mengangkat gethuk pisang dalam bentuk tarian. Tujuannya sederhana namun bermakna — agar masyarakat, khususnya warga Kediri dan secara umum masyarakat Indonesia, lebih mengenal kekayaan kuliner yang ada di daerah ini,” tambahnya.

Dalam penampilannya, tarian ini turut diiringi musik tradisional khas Kediri, menghadirkan nuansa budaya yang kental dan sarat nilai-nilai lokal. Hartono menegaskan bahwa kolaborasi antara makanan tradisional dan musik etnik ini tidak hanya menjadi daya tarik visual dan auditori, tetapi juga alat edukasi budaya.

Yang lebih menarik, para penari dalam pertunjukan ini adalah anak-anak sekolah dasar yang baru berlatih selama satu minggu. Salah satunya adalah Erlina Arlinda Frisikila, siswa SD yang dengan penuh semangat tampil di panggung. “Kami percaya, mengenalkan seni kepada anak-anak sejak dini bisa menjadi sarana pembentukan karakter. Mereka belajar disiplin, percaya diri, dan tanggung jawab melalui proses kreatif ini,” kata Hartono.

Tak hanya itu, pesan moral juga turut diselipkan dalam gerakan-gerakan tari yang menggambarkan bagaimana anak-anak membantu orang tua dalam keseharian. “Kami ingin menunjukkan bahwa melalui seni, anak-anak bisa belajar berkontribusi dalam keluarga lewat cara-cara sederhana,” jelasnya.

Sanggar Seni Janur Budaya dalam pertunjukan ini menampilkan sinergi antara seni tari, nilai sosial, dan unsur kuliner yang membentuk pengalaman budaya yang utuh bagi penonton. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa budaya tidak harus selalu ditampilkan dalam bentuk yang serius dan konvensional, tetapi bisa dikemas secara kreatif dan menyenangkan.

Festival Kuno Kini sendiri menjadi momentum penting dalam mempertemukan generasi muda dengan tradisi. Kegiatan ini membuktikan bahwa warisan budaya bisa terus hidup dan relevan ketika dikenalkan dengan cara yang menarik dan membumi.

“Melalui kegiatan seperti ini, kami berharap budaya Kediri tidak hanya dikenal, tetapi juga dicintai oleh generasi muda. Karena merekalah yang akan melanjutkan dan menjaga keberlanjutan budaya daerah,” pungkas Hartono.(red.al)