Lumajang, tjahayatimoer.net – Pengadilan Negeri (PN) Lumajang kembali menyidangkan perkara kepemilikan ladang ganja ilegal yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Dalam sidang yang digelar pada Selasa (6/5/2025), dua terdakwa, yakni Suwari dan Jumaat, mendengarkan secara langsung pembacaan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Keduanya dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun serta denda sebesar Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU dengan dasar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, mengingat barang bukti dan bukti pendukung lainnya yang dianggap cukup kuat untuk membuktikan keterlibatan para terdakwa dalam aktivitas budidaya tanaman ganja di area terlarang.
“Para terdakwa didakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana narkotika berupa menanam, memelihara, dan menguasai tanaman yang mengandung zat narkotika golongan I tanpa hak,” ucap JPU di hadapan majelis hakim.
Kasus ini bermula dari temuan aparat kepolisian dan petugas TNBTS pada awal Februari 2025, yang mendapati area seluas sekitar 1.000 meter persegi di lereng Gunung Semeru ditanami ganja. Tanaman tersebut tumbuh subur di tengah kawasan konservasi yang seharusnya steril dari aktivitas manusia, apalagi untuk kegiatan ilegal.
Penemuan ini menghebohkan masyarakat dan langsung memicu penyelidikan intensif oleh pihak kepolisian bersama Badan Narkotika Nasional (BNN). Setelah dilakukan penyisiran dan analisis forensik, nama Suwari dan Jumaat muncul sebagai pihak yang diduga kuat berada di balik aktivitas tersebut. Mereka diketahui sebagai warga lokal yang sering keluar-masuk kawasan hutan dengan dalih mencari kayu bakar dan tanaman herbal.
Kasus ini menuai keprihatinan tidak hanya dari aparat penegak hukum, tetapi juga dari kalangan aktivis lingkungan. Pasalnya, selain melanggar hukum pidana, kegiatan ilegal ini juga merusak ekosistem alami dan mencederai fungsi kawasan TNBTS sebagai taman nasional yang dilindungi negara.
“Ini bukan hanya kejahatan narkotika, tapi juga pelanggaran terhadap hukum lingkungan. Kawasan konservasi tidak boleh dirusak dengan aktivitas semacam ini,” kata Hendra Saputra, Koordinator LSM Sahabat Bromo yang turut mengawal proses hukum kasus ini.
Usai pembacaan tuntutan, kuasa hukum kedua terdakwa meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyiapkan pembelaan atau pleidoi yang dijadwalkan akan dibacakan pada persidangan berikutnya. Sidang ditunda selama satu pekan ke depan.
Sementara itu, keluarga terdakwa yang hadir dalam persidangan tampak terpukul. Mereka berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan faktor kemanusiaan dalam menjatuhkan vonis, meskipun pengacara korban mengakui beratnya tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan kliennya.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Iwan Hartono SH, menegaskan bahwa kasus ini akan ditangani dengan seadil-adilnya dan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.
“Kami akan mempertimbangkan semua aspek, baik dari segi fakta hukum maupun unsur kemanusiaan dalam menetapkan putusan nantinya,” ujarnya menutup sidang.(Red.R)
0 تعليقات