KEDIRI, tjahayatimoer.net – Kabupaten Kediri tengah bersiap membuka lembaran baru dalam upaya pelestarian sejarah dan kebudayaan lokal. Melalui pembangunan Museum Sri Aji Jayabaya di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Pemerintah Kabupaten Kediri berusaha mengumpulkan potongan-potongan artefak sejarah yang selama ini tersebar di berbagai tempat—baik di dalam maupun luar daerah.
Museum yang bangunannya telah rampung sejak 2023 ini tak sekadar tempat penyimpanan benda-benda kuno. Ia dirancang dengan konsep story line, yaitu narasi lintas masa yang merangkai kisah Kediri dari zaman ke zaman.
“Bukan hanya mengumpulkan benda bersejarah, tetapi bagaimana menyusunnya menjadi cerita utuh dari masa lalu hingga hari ini. Jadi, pengunjung tidak sekadar melihat, tapi memahami perjalanan sejarah Kediri,” ujar Eko, salah satu perancang konsep museum.
Beberapa artefak yang kini berada di luar wilayah Kediri bahkan menjadi incaran untuk dikembalikan ke ‘rumahnya’. Salah satunya adalah Prasasti Harinjing, yang saat ini berada di Museum Nasional Jakarta, dan menjadi salah satu bukti penting terbentuknya Kediri sebagai entitas sejarah.
Namun, Eko menyadari proses pengembalian benda-benda sejarah tak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena itu, langkah alternatif pun disiapkan, yaitu dengan membuat replika atau duplikat semirip mungkin, lengkap dengan narasi yang menjelaskan bahwa benda tersebut bukanlah artefak asli.
“Yang penting, cerita tetap hidup dan representasi benda tetap ada. Jika benar-benar tidak bisa dihadirkan, maka harus ada yang mewakili, bisa memorabilia, bisa tiruan, tetapi tidak memutus alur cerita,” tegasnya.
Benda-benda yang selama ini tersimpan di desa-desa maupun milik warga juga tak luput dari perhatian. Jika memang memiliki nilai sejarah dan sesuai dengan story line, pemerintah akan mengupayakan proses peminjaman atau pengambilalihan dengan prosedur resmi.
“Kalau tidak dirawat dengan baik, kami akan berkoordinasi agar bisa dialihkan dan dirawat di tempat yang semestinya,” kata Eko.
Sementara itu, koleksi artefak milik Pemkab Kediri saat ini sebagian masih berada di Museum Bagawanta Bhari yang terletak di belakang kantor DPRD Kabupaten Kediri. Tak semua akan dipindahkan ke Museum Sri Aji Jayabaya. Artefak-artefak yang tidak sesuai dengan alur cerita akan tetap disimpan di sana, namun masih bisa dipamerkan melalui program pameran tematik temporer.
“Misalnya saat momen Hari Kebangkitan Nasional, bisa dibuat pameran dengan tema itu. Ditampilkan koleksi-koleksi seperti mesin ketik, pakaian tokoh, atau benda lain yang mendukung tema. Museum ini punya ruang khusus untuk pameran temporer,” jelas Eko.
Tak hanya itu, museum ini juga akan menggunakan konsep imersif untuk menghadirkan pengalaman pengunjung yang lebih mendalam. Namun, Eko menegaskan bahwa imersif di sini tidak harus super-canggih berbasis multimedia. Hasil studi banding ke Museum Sonobudoyo di Yogyakarta justru menunjukkan bahwa tata cahaya pun bisa menciptakan efek yang imersif asalkan dirancang dengan baik.
“Kami tidak langsung lompat ke super-imersif. Biaya perawatan sangat tinggi. Kami mulai dari yang sederhana, seperti pencahayaan yang mampu menghidupkan suasana. Teknologi multimedia bisa dikembangkan bertahap,” paparnya.
Saat ini, proses pembangunan pagar luar museum juga tengah berlangsung. Plt Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kabupaten Kediri, Irwan Chandra Wahyu Purnama, menyebut bahwa anggaran sekitar Rp 700 juta telah disiapkan untuk pekerjaan ini dan diharapkan tuntas tahun ini.
“Tahun ini kami targetkan pagar bisa jadi, sambil menyempurnakan DED dan elemen pendukung lainnya,” ungkap Irwan.
Dengan konsep story line, pameran tematik, hingga sentuhan imersif, Museum Sri Aji Jayabaya bukan hanya menjadi rumah bagi artefak, tapi juga menjadi ruang dialog antara masa lalu dan masa depan Kediri. Sebuah langkah konkret Pemkab Kediri dalam merawat warisan budaya agar tak hilang ditelan zaman.(RED.AL)
0 Komentar