Malang, tjahayatimoer.net – Suasana di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur pada Selasa (6/5/2025) berubah menjadi titik panas aksi protes publik. Ratusan mahasiswa, buruh, serta elemen masyarakat sipil turun ke jalan dalam sebuah unjuk rasa besar-besaran yang bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Buruh Internasional (May Day).

Dalam orasi yang berlangsung sejak pagi hingga sore hari, massa menyampaikan mosi tidak percaya terhadap DPRD Jawa Timur. Aksi ini dipicu oleh berbagai isu yang dianggap mencerminkan kegagalan DPRD dalam mengawal kepentingan rakyat, khususnya dalam sektor pendidikan, ketenagakerjaan, dan transparansi anggaran daerah.

Koordinator aksi, Rendy Satya dari Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi, menyampaikan bahwa DPRD Jatim selama ini dinilai pasif terhadap sejumlah kebijakan nasional dan regional yang dianggap merugikan masyarakat. Di antaranya adalah minimnya keberpihakan terhadap nasib guru honorer, keterlambatan distribusi anggaran pendidikan, serta lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak buruh.

“Bagaimana bisa kami percaya pada wakil rakyat yang justru bungkam saat dunia pendidikan diabaikan dan buruh terus dirugikan? Hari ini kami menyuarakan mosi tidak percaya sebagai bentuk koreksi publik,” tegas Rendy dari atas mobil komando.

Para demonstran juga menuntut transparansi dana pendidikan daerah, peninjauan ulang terhadap proyek-proyek mercusuar yang dianggap mengalihkan anggaran pendidikan, serta perbaikan regulasi yang menjamin perlindungan buruh di sektor informal.

Meski aksi awalnya berlangsung tertib, situasi sempat memanas ketika massa mencoba mendekat ke gerbang utama DPRD dan dihadang barikade polisi. Beberapa mahasiswa sempat beradu argumen dengan aparat keamanan, namun situasi berhasil dikendalikan setelah negosiasi singkat antara perwakilan massa dan kepolisian.

Polresta Surabaya mengerahkan ratusan personel untuk mengamankan jalannya aksi dan mengimbau peserta unjuk rasa untuk tetap menjaga ketertiban umum.

“Kami tidak ingin ada gesekan. Silakan menyampaikan aspirasi, namun tetap dalam koridor hukum dan damai,” ujar Kapolresta Kombes Pol Setyo Wibowo.

Aksi ini tidak hanya didominasi oleh mahasiswa. Beberapa perwakilan serikat buruh dan komunitas guru juga turut menyampaikan sikap mereka. Salah satunya adalah Nur Hidayah, guru honorer dari Sidoarjo, yang menyuarakan harapan agar Hardiknas bukan hanya menjadi seremoni, tetapi momentum koreksi menyeluruh terhadap sistem pendidikan nasional.

“Setiap tahun kita dengar pidato indah tentang pendidikan, tapi nasib guru honorer tetap di bawah garis layak. Kami butuh aksi nyata, bukan sekadar simbolik,” ucapnya.

Hingga sore hari, perwakilan DPRD Jatim belum menemui para demonstran secara langsung. Hal ini memicu kekecewaan di kalangan massa yang berharap dialog terbuka bisa dilakukan. Sebagian peserta aksi memilih bertahan hingga malam hari sebagai bentuk protes terhadap sikap diam wakil rakyat.

Aliansi aksi menyatakan akan terus mengawal isu-isu strategis daerah dan tidak menutup kemungkinan melakukan aksi lanjutan dalam waktu dekat jika tuntutan mereka tidak direspons.

Unjuk rasa pada peringatan Hardiknas dan May Day tahun ini menjadi pengingat kuat bahwa pendidikan dan kesejahteraan buruh adalah dua fondasi utama dalam pembangunan bangsa. Mahasiswa, guru, dan buruh bersatu menyuarakan kritik tajam terhadap sistem yang dinilai tidak adil dan stagnan.

“Kalau wakil rakyat tidak mendengarkan suara rakyat, maka rakyat sendiri yang akan mendobrak pintu perubahan,” tutup orasi Rendy di tengah sorak-sorai massa.(Red.R)