KEDIRI, tjahayatimoer.net – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) akhirnya memberi titik terang terhadap nasib ribuan tenaga honorer yang selama ini menggantungkan harapan pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Keputusan yang tertuang dalam KepmenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 menjadi langkah nyata yang membawa kelegaan sekaligus harapan baru.
Dalam beleid tersebut, seluruh tenaga honorer yang telah terdata dan mengikuti seleksi PPPK tahun 2024, baik yang lulus maupun tidak, tetap akan mendapatkan Nomor Induk PPPK (NIP PPPK) dan hak penggajian sesuai status masing-masing. Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang ASN Tahun 2023, yang mengharuskan penyelesaian status tenaga non-ASN sebelum Desember 2024.
Menteri PANRB Rini Widyantini menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin meninggalkan satu pun honorer yang selama ini telah menjadi tulang punggung layanan publik, khususnya di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan daerah. "Ini bukan sekadar regulasi, tapi penghargaan atas pengabdian panjang mereka," ujar Rini dalam konferensi pers di Jakarta.
Skema baru ini membagi tenaga honorer ke dalam dua kategori. Pertama, mereka yang lulus seleksi akan langsung diangkat sebagai PPPK penuh waktu, memperoleh hak dan kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku. Kedua, bagi mereka yang tidak lulus namun telah terdaftar resmi dalam proses seleksi, akan diberi opsi sebagai PPPK paruh waktu—dengan status legal, penggajian tetap, namun beban kerja yang disesuaikan.
Bagi banyak daerah, termasuk Kota Kediri, kebijakan ini menjadi solusi konkret atas keterbatasan anggaran dan jumlah formasi ASN yang selama ini jadi kendala utama. "Ini bukti negara hadir dan tidak menutup mata terhadap jerih payah para honorer. Tidak semua harus serba ideal, tapi minimal adil dan manusiawi," ujar seorang pejabat BKPSDM Kota Kediri yang enggan disebut namanya.
Pemerintah juga memastikan bahwa penggajian PPPK paruh waktu tetap akan dilakukan secara rutin oleh instansi masing-masing, dengan dukungan dana dari pusat maupun APBD. Penyesuaian gaji akan dihitung berdasarkan proporsi jam kerja, namun tetap berada dalam koridor kelayakan hidup.
Tak hanya memberi kepastian administratif, kebijakan ini juga membawa efek psikologis positif di kalangan honorer. Sejumlah tenaga non-ASN di Kediri mengaku merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk terus mengabdi.
"Meski kami tidak lulus seleksi kemarin, tapi pemerintah masih mengakui kami dan memberi jalan. Itu artinya perjuangan kami tidak sia-sia," ujar Yuli, seorang guru honorer SD di Kota Kediri yang telah mengabdi selama lebih dari 12 tahun.
Langkah progresif ini juga diharapkan dapat menjadi awal dari reformasi kepegawaian yang lebih menyeluruh, merata, dan berkelanjutan. Pemerintah pusat mengimbau seluruh kepala daerah dan instansi terkait untuk segera menindaklanjuti kebijakan tersebut di lapangan.
Dengan berakhirnya ketidakpastian ini, diharapkan tenaga honorer bisa kembali fokus menjalankan tugasnya tanpa dihantui kekhawatiran status kerja. Negara kini telah mengambil peran sebagai pelindung, bukan sekadar pengatur.
"Pengabdian tidak boleh dibalas dengan ketidakpastian. Mereka yang telah menjaga roda pelayanan publik harus tetap dihormati, apapun status kepegawaiannya," tutup Rini.(red.al)
0 Komentar