Kediri, tjahayatimoer.net – Satu per satu bangunan liar di Jl Patiunus, Kota Kediri, mulai dibongkar. Meski tenggat waktu pengosongan baru ditetapkan pada 30 Mei, sejumlah pedagang kaki lima (PKL) memilih mengambil inisiatif lebih dulu. Mereka meminta agar lapak milik mereka dibongkar lebih awal, kemarin (28/5), sebagai bentuk kepatuhan atas kebijakan penataan kawasan yang dilakukan Pemerintah Kota Kediri.
Tepat pukul 10.00 WIB, petugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mulai membongkar lapak-lapak yang berdiri di atas trotoar dan saluran drainase. Sejumlah personel Satpol PP turut dikerahkan untuk mengamankan proses pembongkaran agar berjalan lancar tanpa gesekan.
Menurut Koordinator Pembongkaran Lapak dari Dinas PUPR Kota Kediri, Narto, awalnya hanya dua lapak yang mengajukan permintaan dibongkar. Namun, saat tim datang ke lokasi, jumlah lapak yang ingin dibongkar bertambah menjadi enam.
“Alhamdulillah, proses berjalan lancar. Kami juga bantu angkut sisa bongkaran jika pedagang minta diantar ke rumah. Kami ingin tetap mengedepankan pendekatan yang ramah dan membantu warga,” ujar Narto.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Kediri, Wahyu Kusuma Wardani, menegaskan bahwa pembongkaran kemarin dilakukan atas permintaan langsung dari para pedagang. “Kami langsung bergerak setelah ada permintaan dari pemilik lapak. Koordinasi lintas OPD kami lakukan segera, agar semua unsur siap membantu di lapangan,” terang Wahyu.
Wahyu menambahkan, meskipun proses pembongkaran sudah dimulai lebih awal, tenggat akhir pengosongan tetap berlaku, yakni pada 30 Mei. Artinya, pada 1 Juni mendatang, seluruh area Jl Patiunus dan Jl Joyoboyo harus sudah steril dari lapak-lapak liar.
“Pemerintah Kota Kediri tidak serta merta menggusur tanpa alasan. Ini adalah bagian dari penataan kawasan yang sudah direncanakan matang. Kami juga memberikan ruang dan waktu bagi PKL untuk membongkar sendiri lapaknya,” tegas Wahyu.
Ia juga memastikan bahwa pendekatan persuasif menjadi prioritas. Petugas telah menyampaikan teguran secara lisan dan tertulis, serta mengedukasi para PKL melalui dua kali kegiatan sosialisasi. “Kalau memang pedagang kesulitan, bahkan untuk memindahkan barang pun kami bantu. Ini semua demi menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat,” imbuhnya.
Diketahui, sedikitnya terdapat 35 bangunan liar yang berdiri di atas fasilitas umum milik Pemkot Kediri, tepatnya di atas saluran dan trotoar. Mayoritas lapak itu telah berdiri selama belasan tahun, namun keberadaannya kini dinilai mengganggu fungsi infrastruktur kota dan melanggar peraturan tata ruang.
“Setelah rapat lintas sektor pada 23 Mei lalu, keputusan ini dianggap final. Dan kami ingin memastikan bahwa pelaksanaannya tetap mengedepankan prinsip humanis, bukan represif,” pungkas Wahyu.
Untuk mendukung proses penertiban, Pemkot Kediri juga telah mendirikan posko pengawasan di dua titik strategis: Jl Patiunus dan Jl Joyoboyo. Posko ini akan beroperasi hingga kawasan benar-benar bersih dari bangunan liar.
Dalam penataan kota, keindahan dan keteraturan memang penting. Namun, menjaga martabat warga dan memberikan pendampingan yang layak juga tak kalah esensial. Penertiban PKL di Kediri menjadi contoh bahwa penegakan aturan bisa berjalan seiring dengan empati dan solusi.(red.al)
0 Komentar