Kediri, tjahayatimoer.net  – Pemerintah pusat kembali membuat gebrakan kebijakan yang menyentuh nasib para tenaga honorer yang selama ini setia mengabdi dalam ketidakpastian status kepegawaian. Melalui Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2025, kesempatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kini dibuka bagi honorer kategori R2 (eks Honorer Kategori II) dan R3 (honorer dalam database BKN), meski dalam skema kerja paruh waktu.

Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap para tenaga non-ASN yang selama ini telah memberikan kontribusi nyata, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Namun demikian, di balik peluang tersebut, pemerintah menekankan adanya tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh para calon PPPK Paruh Waktu.

Perjanjian Kerja Wajib Diperbarui Setiap Tahun

Setiap PPPK Paruh Waktu diwajibkan menandatangani perjanjian kerja tahunan yang menjadi dasar hubungan hukum antara pegawai dengan instansi pemerintah. Dalam perjanjian ini akan dirinci jabatan, tugas pokok, target kinerja, serta lokasi kerja dan masa kontrak selama 12 bulan.

Perjanjian kerja ini bukan sekadar simbol administratif, melainkan menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi capaian dan sikap kerja pegawai. Ketidakmampuan memenuhi target atau pelanggaran terhadap ketentuan yang tertulis bisa berakibat pada pemutusan kontrak atau tidak diperpanjangnya perjanjian kerja di tahun berikutnya.

Tidak Ada Diskon Jam Kerja bagi Paruh Waktu

Meski menyandang status “paruh waktu”, pemerintah menegaskan bahwa tidak ada perlakuan berbeda dalam hal jam kerja. Para PPPK Paruh Waktu tetap diwajibkan bekerja sesuai ketentuan jam dinas yang berlaku di lingkungan masing-masing instansi.

Hal ini dimaksudkan agar produktivitas dan efisiensi pelayanan publik tetap terjaga, serta mencegah kesenjangan kinerja antarpegawai. Pemerintah juga berharap agar tidak ada lagi anggapan keliru seolah-olah status paruh waktu berarti “setengah beban kerja”.

Evaluasi Tahunan Menjadi Alat Kontrol Kinerja

Dalam pelaksanaannya, seluruh PPPK Paruh Waktu akan menjalani evaluasi kinerja tahunan. Penilaian ini meliputi disiplin kerja, integritas, kualitas output, serta kemampuan bekerja sama dalam tim. Jika hasil evaluasi dinilai memuaskan, maka pegawai berpeluang untuk memperpanjang kontrak tahun berikutnya.

Sebaliknya, jika ditemukan kelalaian atau kinerja yang tidak sesuai standar, maka instansi berhak untuk tidak memperpanjang masa kerja yang bersangkutan.

Tidak Cukup Loyal, Harus Profesional

Kepala BKPSDM Kabupaten Kediri, Nur Chusnul Arifin, menegaskan bahwa seleksi PPPK Paruh Waktu bukan sekadar ajang balas jasa, melainkan upaya membangun birokrasi yang kompeten dan bertanggung jawab.

“Kami menyambut baik kebijakan ini, tapi kami juga berharap tenaga honorer yang mendaftar sadar bahwa ini adalah pekerjaan profesional. Tidak cukup hanya loyal, mereka harus bisa menunjukkan kinerja yang terukur dan bertanggung jawab,” tegasnya.

Selain itu, dalam pengumuman terbaru, instansi daerah juga diminta untuk tidak asal mengusulkan nama-nama calon PPPK, melainkan melakukan seleksi berbasis kebutuhan dan kapasitas keuangan daerah.

Harapan Baru, Disiplin Baru

Dengan adanya kebijakan ini, para honorer diberikan harapan baru. Namun harapan ini datang bersamaan dengan kedisiplinan dan evaluasi yang ketat. Pemerintah menginginkan agar setiap pegawai, tak terkecuali PPPK Paruh Waktu, benar-benar menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang lebih bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

“Kami ingin birokrasi yang diisi orang-orang berkualitas, bukan sekadar lama mengabdi. Karena pelayanan publik tidak boleh kompromi soal kualitas,” tutup Nur Chusnul.(red.al)