KEDIRI,  tjahayatimoer.net – Antusiasme masyarakat terhadap Festival Kuno-Kini di kawasan Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) terus meningkat. Meski festival baru akan berakhir pada Minggu (1/6), pengunjung sudah membanjiri lokasi sejak pagi hingga malam. Tak hanya datang untuk mencicipi kuliner jadul dan kekinian, pengunjung juga menikmati pertunjukan seni, permainan tradisional, dan beragam aktivitas menarik lainnya.

Namun di balik kemeriahan itu, panitia tidak lengah. Demi menjaga kenyamanan dan kepercayaan publik, penyelenggara langsung turun tangan merespons keluhan soal harga yang dinilai tidak wajar. Salah satunya dengan mewajibkan setiap stan mencantumkan daftar harga yang jelas.

“Kami tidak ingin pengunjung merasa tertipu atau tidak nyaman. Semua stan harus transparan soal harga. Kami juga sudah mendirikan posko pengaduan agar pengunjung bisa melapor jika ada dugaan kecurangan,” tegas Puspitorini Dian Hartanti,

Dian menyebut, pihaknya juga telah menindak satu stan yang terbukti melakukan promosi menyesatkan. Stan tersebut ditutup sementara dan hanya diizinkan beroperasi kembali setelah mematuhi aturan panitia. Langkah ini diambil agar Festival Kuno-Kini tetap menjadi ruang yang adil bagi semua pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan nyaman bagi pengunjung.

“Kami tegaskan bahwa prinsip utama festival ini adalah menghadirkan hiburan sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jadi tidak boleh ada yang memanfaatkan situasi untuk merugikan orang lain,” lanjut Dian.

Festival ini memang menjadi ajang yang ditunggu-tunggu masyarakat Kediri dan sekitarnya. Data panitia menunjukkan, pada hari ketujuh saja (Kamis, 29/5), sebanyak 6.325 pengunjung tercatat masuk melalui tiga pintu utama sejak pagi hingga sore. Jumlah itu diperkirakan meningkat drastis di malam hari, terlebih dengan momentum long weekend yang dimanfaatkan banyak keluarga untuk liburan hemat.

Tak heran, beberapa penjual mengaku kewalahan melayani pelanggan. Legiman, penjual rambut nenek asal Gurah, mengatakan bahwa permintaan selama festival jauh lebih tinggi dari biasanya.

“Kalau hari biasa cuma habis tiga kilo gula, di festival ini saya bisa habiskan lima kilo per hari. Alhamdulillah selalu habis. Harga tetap lima ribu, nggak kami naikin,” ucapnya sembari melayani pembeli.

Begitu juga dengan Rio Hardianto, penjual es jeruk peras. Ia menyayangkan adanya isu yang menyebut harga jeruk peras di festival terlalu mahal.

“Harga sama seperti di luar, mulai Rp 10 ribu. Kami pakai jeruk Sunkist asli, tanpa air tambahan, tanpa gula. Jadi murni, bukan es biasa. Kalau dibandingin sama jeruk biasa ya beda,” jelas Rio.

Pengunjung festival pun dimanjakan dengan banyak pilihan makanan dan minuman dari 257 stan UMKM yang berpartisipasi. Tak hanya jajanan zaman dulu, tapi juga kuliner kekinian dan minuman viral.

Selain itu, ada panggung hiburan utama dan panggung mini di area selatan yang menyuguhkan pertunjukan seni budaya lokal. Di berbagai sudut, anak-anak tampak antusias bermain congklak, egrang, dan permainan tradisional lain yang kini mulai jarang ditemui.

Festival Kuno-Kini digelar sejak 23 Mei lalu dan akan ditutup pada 1 Juni 2025 mendatang. Dengan semangat kolaborasi dan kontrol yang ketat, panitia berharap event ini bisa menjadi contoh penyelenggaraan kegiatan publik yang tidak hanya meriah, tetapi juga tertib, aman, dan berpihak pada pengunjung serta pelaku UMKM.

“Kami ingin Festival Kuno-Kini tidak hanya jadi tempat belanja dan hiburan, tapi juga ruang edukasi dan nostalgia. Kalau kepercayaan pengunjung hilang karena ulah oknum pedagang, maka tujuan itu akan gagal. Jadi kami tidak akan ragu bertindak tegas,” pungkas Dian.(RED.AL)